Membuka Cakrawala Pelabuhan Tanjung Priok lewat Buku "Melawan Konspirasi Global di Teluk Jakarta"


"Kami tidak anti investasi asing, tapi kami ingin pelabuhan dikelola oleh Indonesia sendiri", papar Firman, seorang perwakilan Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (SP-JICT).
Warga Jakarta tentu sudah tidak asing lagi dengan Kawasan Tanjung Priok di utara Jakarta. Salah satu pelabuhan tersibuk di Indonesia ini memang dikenal menjadi pintu masuk bagi barang-barang import yang akan masuk ke Jakarta maupun Indonesia. Tapi pernahkah membayangkan bagaimana nasib para pekerja yang sehari-hari bekerja di sana dan menggantungkan hidup dari pekerjaan yang dapat menghidupi keluarga mereka.
Bedah buku Melawan Konspirasi Global di Teluk Jakarta yang diadakan di Yogyakarta

Saat ini, PT. Jakarta International Container Terminal (JICT) yang mengurusi keluar masuknya container di pelabuhan Tanjung Priok kontraknya kembali diperpanjang untuk kedua kalinya dengan Hutchison Port Holding (HPH) dari Hongkong sebagai pihak pengelolanya.

Hal ini tentu saja memicu kesedihan dan keprihatinan para pekerja yang merasa bahwa sudah saatnya pelabuhan di negara kita bisa dikelola mandiri oleh anak bangsa. Para pekerja ini tergabung dalam Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (SP-JICT). 

Apalagi ternyata di Tanjung Priok terjadi dugaan adanya pemufakatan jahat yang merugikan negara sekurang-kurangnya Rp.4,08 trilyun.

Nah salah satu bentuk membuka tabir apa yang sebenarnya terjadi di Tanjung Priok ini adalah dengan kegiatan bedah buku bertajuk "Melawan Konspirasi Global di Teluk Jakarta" yang salah satu tujuannya adalah untuk melakukan refleksi kemerdekaan atas kedaulatan pelabuhan di Indonesia. Bedah buku ini menghadirkan Dr. Arie Sujito (Sosiolog UGM), Dr. Aris Arief Mundayat (Dosen Lembahanas), Nova Sofyan Hakim (Ketua Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia - FPPI) dan juga Firman seorang perwakilan Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (SP-JICT).
Firman, perwakilan SP-JICT

Oia, Bedah buku ini laksanakan di Sanggar Maos Tradisi, Sleman, Yogyakarta, Rabu 15 Agustus 2018 dan dihadiri mahasiswa dan juga kalangan aktivis.

Sebelum diskusi ini dimulai, perwakilan SP-JICT menyampaikan maksudnya untuk melakukan roadshow ke kota-kota besar di Indonesia untuk memberi pengetahuan tentang pentingnya bangsa ini mengelola pelabuhannya sendiri, tanpa campur tangan pihak asing.
Penulis buku Ahmad Khoirul Fata
SP-JICT dalam hal ini menegaskan SP-JICT bukan sekedar Serikat Pekerja biasa yang hanya memperjuangkan kesejahteraan buruh saja. Namun, lebih dari itu, SP-JICT berjuang agar JICT tidak lepas ke tangan asing hanya karena alasan utang.

Dalam bedah buku ini, ada 7 pokok bahasan yang diperbincangkan:

1. Pelabuhan merupakan aset strategis bangsa.
2. Ada kencenderungan aset-aset strategis dijadikan jaminan utang, seperti JICT dan TPK Koja.
3. Dengan dijadikan jaminan, ada kemungkinan jatuh ke tangan asing.
4. Hal-hal seperti di JICT (Pelindo II) banyak diduplikasi oleh BUMN lainnya.
5. Jika dibiarkan terus, maka akan mengganggu kedaulatan suatu bangsa.
6. Jika terlambat, maka kejadian di Pelabuhan Hambatonta, Sri Lanka, bisa terjadi di Indonesia
7. Saatnya pemerintah turun tangan untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut
Menurut Ahmad Khoirul Fata, sang penulis buku Melawan Konspirasi Global di Teluk Jakarta, dirinya tertarik menulis buku ini karena masalah tersebut adalah isu global yang penting. Penulisan bukunya sendiri memakan waktu sebulan, melibatkan dua penulis yang bekerja di dua kota berbeda, Jakarta dan Surabaya. Dengan bahan-bahan yang ada, keduanya melakukan serangkaian riset dan wawancara dengan sumber-sumber terpercaya.

Masalah yang terjadi di pelabuhan Tanjung Priok tersebut sangatlah rumit. Pekerja outscourcing di-PHK, petingginya diduga melakukan korupsi, disertai konspirasi untuk menguasai negara kita dengan adanya perjanjian yang berat sebelah antara JICT, Pelindo II dan Hutchison Port Holding. Mengenai ekonomi pertahanan, dibahas langsung oleh Dr. Aris Arif Mundayat.

Buku ini bisa menjadi sumber pengetahuan kita mengenai pentingnya menjaga kedaulatan maritim Indonesia, termasuk mengusahakan agar Pelabuhan Tanjung Priok yang dipandang sebagai pintu gerbang ekonomi nasional bisa dikelola sendiri oleh bangsa ini, untuk kesejahteraan negara dan kemajuan ekonomi nasional.

Komentar

Postingan Populer