Tentang Bapak

Bapak lahir di Belitung 76 tahun yang lalu, tepatnya 20 Agustus 1934, beliau adalah putra asli Belitung yang merantau ke Jakarta untuk melanjutkan SMA nya sambil berjualan martabak bangka di bilangan Santa (tepatnya ada di tengah -tengah jalan Wolter Monginsidi yang ke arah Blok M). Bersama sahabat karibnya Pa Long (panggilan untuk paman di Belitung yang terlahir sebagai anak sulung) Karim, beliau berjuang untuk dapat bersekolah dan mencari uang sendiri tanpa pernah meminta kiriman uang dari orang tuanya di Belitung.

Saat itu Bapak bersama Pak Karim menempati rumah di daerah Ciomas II No. 15 Kebayoran Baru tak jauh dari Santa, rumah itu disewa perbulannya sebagai tempat tinggal mereka dan kelak rumah itu menjadi rumah kami sekeluarga sebelum akhirnya Bapak membeli rumah di Cipayung.

Dulu rumah kami di Ciomas pernah menjadi markas untuk orang-orang Belitung yang merantau di Jakarta, Bapak mempersilahkan siapa saja orang Belitung yang datang ke Jakarta untuk menginap di Ciomas. Menurut Bang Fadli, saudara yang pernah merasakan tinggal di Ciomas, karena banyaknya orang Belitung di sana, sampai-sampai ketuk palu untuk pemilihan Bupati pun diadakan di Ciomas. (dulu Belitung belum menjadi Propinsi seperti saat ini).

Bapak jugalah salah satu pencetus lahirnya organisasi perkumpulan orang-orang Belitung yang tinggal di Jakarta yakniIkatan Keluarga Masyarakat Belitung (IKMB) yang saat ini anggotanya sudah tak terhitung termasuk salah satunya adalah Yusril Ihza Mahendra yang juga tergabung didalamnya.

Bapak merupakan sosok seorang yang Baik,sabar, Ramah, sederhana dan mudah bergaul dengan siapa saja dan dari kalangan manapun. Sifatnya yang ramah dan suka bercanda membuat dia selalu bisa dekat dengan semua orang yang dijumpainya, dari obrolan-obrolan santai dan akrab beliau bisa dekat dengan orang-orang dari kalangan tukang becak sampai pejabat-pejabat penting yang ada di Belitung.

Satu hal yang paling terlihat, Bapak tidak pernah membeda-bedakan orang dari kalangan manapun atau istilah sekarang nya dia tidak pernah melihat seorang dengan sebelah mata. Bahkan dulu, kalo ada orang Belitung main ke Ciomas pasti akan di ajak menginap disana tanpa peduli itu orang saudara apa bukan.

Kesederhanaan nya juga terlihat dari penampilannya sehari-hari, Bapak tidak pernah mau dipandang orang dari pakaiannya bahkan pakai baju yang sudah agak lusuh pun jadi. Bapak pernah berkata, 'emang orang ngomong kalo sepatu kita rusak'. Itu yang membuat Bapak selalu apa adanya dalam kesehariannya.

Bapak juga tidak bisa mengendarai motor maupun mobil karena menurutnya 5 sampai 10 tahun kendaraan itu akan habis atau istilahnya rusak. Itulah yang menyebabkan beliau lebih memilih membeli rumah dan sawah di Cipayung ketimbang membeli kendaraan sebagai investasinya.

Terbukti investasinya itu naik berkali-kali lipat, tahun 1980-an Bapak beli tanah di Cipayung yang hanya seharga Rp. 10.000 per meter, namun setelah bertahun-tahun harga itu melonjak berkali-kali lipat dan bisa dijadikan biaya untuk Aku dan Abang ku melanjutkan kuliah, Bapak membeli rumah di Cipayung sekitar tahun 1986 dan kami sekeluarga semenjak 1987 sudah bermukim di Cipayung sementara di Ciomas ditempati kakak dan abang-abangku.

Bapak memang tidak pernah memberi nasehat apa-apa ke aku. Namun, beliau selalu memperlihatkan sikap dan perilaku yang membuat aku banyak mencontoh dan belajar dari kehidupannya. Contohnya,
Bapak selalu memperlihatkan kesabarannya ketika keluarga kami mendapat ujian dari Allah SWT. Bapak berusaha untuk mencari jalan keluar dari kesulitan tanpa pernah mengeluhkan bagaimana kesulitan itu sudah membuatnya jungkir balik sekalipun. Bapak selalu terlihat tenang menghadapi semuanya dan itu dan sangat berbeda dengan Aku yang terkadang emosional dalam mengahadapi persoalan.

Bapak pernah mati-matian mencarikan uang untuk aku dan abangku bisa terus kuliah bahkan beliau merelakan koleksi buku Bung Karnonya terjual ke Jacob Nuwawea mantan mentri tenaga kerja yang uang nya dipergunakan untuk membayar uang semester aku dan abangku. Itu yang membuat aku selalu mengingat usaha, kesabaran dan tanggung jawab Bapak dalam menjalani hidupnya.

Sikap berbagi kepada sesama pun diperlihatkan Bapak kepada kami, seperti jika pohon nangka dan rambutan kami sedang berbuah banyak, Bapak selalu membagi-bagikan itu ke setiap tetangga di sekitar rumah kami agar mereka juga ikut merasakan manisnya nangka dan rambutan yang tumbuh di rumah.

Selain sifat baik yang melekat, Bapak juga seorang yang keras. Tak jarang aku dan bapak berdebat mengenai satu hal tapi tetap saja ujung-ujung nya aku yang mengalah karena memang pendapatnya tidak bisa di tentang padahal aku juga termasuk orang yang keras kepala. Namun hal itu tidak membuat kami bermusuhan karena pada akhirnya aku bisa menerima pendapat Bapak.

Bapak juga pernah marah sekali ketika SD aku tidak naik kelas dan beliau mengeluarkan emosi nya yang membuat ku hanya terdiam dan tidak boleh bermain selama liburan sekolah. Di lain waktu, kita juga pernah bersitegang membahas atap rumah yang bocor, aku minta supaya Bapak memperbaiki atap rumah yang bocor, namun Bapak bilang bahwa kita harus bersyukur karena di tempat lain banyak rumah yang kebanjiran. Lagi-lagi aku hanya bisa mengalah dan menerima argumentasinya meskipun dalam hati sebenernya tidak bisa menerima keadaan itu.

Aku memang tidak begitu dekat dengan Bapak sewaktu SD, karena seperti para Bapak lain yang juga berasal dari Sumatra, yang memiliki tipikal pekerja yang bekerja keras mencari nafkah untuk keluarga dan untuk urusan anak-anaknya di serahkan kepada Ibu ku. Itulah mengapa aku lebih dekat dengan Ibu daripada sama Bapak sewaktu kecil. Bapak adalah seorang Pegawai Negeri Sipil di Kanwil P & K atau sekarang lebih dikenal dengan sebutan Depdikbud.

Namun keadaan itu berubah ketika aku duduk di bangku kuliah, hubungan ku dangan Bapak semakin dekat, aku dan abangku semakin sering berinteraksi dengan Bapak. Entah itu ngobrol atau sekedar memetik buah nangka dan rambutan yang ada di sebelah rumah bersama-sama. Aku juga sering menemani bapak membakar sampah dihalaman belakang yang menjadi kegemaran bapak ketika hari menjelang senja.

Dibalik semua itu, aku dan bapak memiliki satu kesamaan yaitu sama-sama suka nonton bola dan kita berdua adalah Pendukung Setia AC Milan. Kapan pun AC Milan bertanding kami tidak pernah sekalipun melewatinya. Ini terjadi sejak aku SD waktu Milan masih diperkuat Trio Belanda sampai Milan hari ini. Kalau sudah nonton biasanya kami suka teriak-teriak engga peduli itu tengah malam yang pasti kalau AC Milan menang kami meluapkan kegembiraan di depan TV.

Dulu waktu SD, aku selalu di bangunkan Bapak untuk menonton AC Milan bertanding, namun begitu menginjak bangku kuliah, akulah yang membangunkan dan mengingatkan Bapak kalau tengah malam nanti AC Milan bertanding sambil menyiapkan makanan yang kami santap selama pertandingan berlangsung.

Satu hal lagi yang paling aku ingat, Bapak itu selalu menjalin silahturahmi kepada setiap orang yang pernah dikenalnya, bahkan beliau terkadang mendatangi rumah sodara yang jaraknya jauh dengan kondisinya yang sudah menua hanya untuk bertemu dengan orang tersebut. Mungkin hal ini yang membuat Bapak panjang umur karena tidak pernah memutuskan tali silahturahmi kepada siapapun. Bahkan sampai akhir hayatnya beliau masih menjalin silahturahmi dengan keluarga besar Pa'long Karim yang terlebih dahulu meninggalkannya.

Bapak …., Bapak akan selalu jadi teladan buat aku dalam menjalani hidup ini, kesabaran, kebaikan dan kesederhanaan nya akan selalu teringat dalam benak ku. Beliau adalah seorang Bapak sekaligus Idola dan Pahlawan. Beruntung aku memiliki Bapak seperti mu. Selamat jalan Bapak ku, Sjamsul Baharun Smit (1934 – 2010).

Komentar

  1. Saya kenal dengan Bapak Sjamsul Baharun Smit. Beliau seorang yang ramah dan baik hati. Saya pun pernah merasakan kehangatan dan keramahan keluarganya.
    Beliau dapat dijadikan panutan seorang perantau yang tidak pernah kehilangan semangat dan keramahan khas melayu belitong.
    Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan selama hidupnya. Amin

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer